Senin, 17 Desember 2012

Kecewa

Tak diterima menjadi salah satu edukator di region membuatnya sangat kecewa. Baru ia melangkah untuk berubah namun hal itu sirna seperti email yang dilihatnya, kosong. Tak ada email baru, yang ia harapkan dari panitia pembimbingan itu. Ia harus terima, sahabatnya, yang mengetahui pembimbingan ini darinya akahirnya mendapat konfirmasi diterima. 

Marah sama sekali bukan. Ia menghindar dalam beberapa jam untuk menyendiri dan terus berusaha untuk rela. Ia takut, wajahnya yang penuh ekspresif menampilkan wajah kecewa seperti pada keadaan hatinya. Ia malu, pada semangat awalnya yang dulu ia tampilkan untuk mengajak teman-temannya untuk mengikuti pendaftaran itu. Lebih baik, menyendiri...

Hanya kecewa, dan ini tak mungkin ia sampaikan kepada sahabatnya yang sedang berbahagia itu diterima di pembimbingan tersebut. Bukankah, ia telah terbiasa? Dan kenapa ia menjadi tidak terbiasa? Ia harus terima bahwa ini bukanlah satu-satunya harapan pupusnya. Sampai kapan harus memendam ini, harapan yang ia pikirkan dapat membanggakannya dan keluarganya jatuh begitu saja. Bukankan ia telah berusaha, dan itu menghilangkan kewajiban dari rasa penasarannya. Lalu, kenapa ia begitu kecewa? Terlalu banyak yang ia mengharapkan "Selamat kamu berhasil" namun konfirmasi pun tidak. 

Ia masih merenung, dan akan pergi dari renungan ini beberapa jam lagi... Ia hanya butuh melepas kecewanya di balik matanya yang basah... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lihat, baca, dan rasakan. Bagaimana pendapatmu, Kawan?