Sabtu, 23 Maret 2013

Kesempatan itu harus dipertimbangin!

"Kesempatan itu harus dipertimbangin!" Ayah berulang kali berkata seperti itu di sela-sela waktu bersama.
Nggak aneh kalau orang tua mau yang terbaik buat diri anaknya. Dan sebagai orang yang udah lebih tua dan pasti banyak pengalaman, gue juga nggak menampik pemikirannya. Pendapat ayah tentang studi gue dimulai setelah gue ngomong ke bokap tentang fasttack, itu loh dalam 5 tahun bisa S1 dan S2. Gue bilang ke bokap karena gue pikir itu hal yang biasa, ada ini ituh di kampus ya terbuka aja. Eh, salah pikir gue, ayah gue justru tertarik sama program begituan, yang alhasil membuat gue galau. 
Awal gue cerita saat itu lagi anterin gue balik ke Bogor, perbincangan di atas motor serasa santai banget dan nggak ada tuh unsur ini itu di dalamnya. Suatu hari gue balik ke rumah, ayah mulai berbincang tentang karirnya dan keinginannya. Maklum, gue anak pertama dan gue suka dengerin ayah curhat masalah begituan walau nggak jarang juga gue ikut komentar berkebalikan sama ayah. Ayah mulai ngomongin studi, dia mulai mencanangkan kata "Kalau menurut ayah, bagus ada fasttrack". Ok, gue nggak ambil pusing sih, itu kan pendapat ayah, nah mulai gue balikin dengan pendapat gue bahwa gue nggak mau di kampus yang sama, gue mau lanjut di luar negeri. Stop bicara itu bagi gue, ternyata stop semacam pending bagi ayah. 
Tepatnya, saat gue sebagai pagar ayu di hajatan saudara, di tengah hujan deras, ayah ngomongin praktek lapang buat gue, syalalala... lama-kelamaan menjurus ke fast track (lagiiii). Kesana kemari ayah bicara tentang pengalamannya, temannya, dan orang-orang yang dikenalnya yang intinya, studi pasca itu perlu. Gue nggak bisa komentar apa-apa di situ karena gue bingung. Gue inget hal-hal tentang pengorbanan ayah buat gue serta kebebasan gue buat kemana aja, nggak pernah beliau melarang gue asal itu baik. Gue kayak dilema tuh di situ, gue sebagai anak ingusan tau apa sih dibanding beliau (gue pikir). Dan buktinya, niat gue bersama sahabat-sahabat SMA buat hiking ke Semeru, ayah dan umi gue membalas sms dengan mudahnya bilang 'boleh', dan nggak banyak tanya padahal umumnya kan banyak tanya (hhe), begitu percayanya mereka sama gue. 
Sekarang, ayah lama-kelamaan seperti memaksa buat ambil fast track. "Kapan lagi? Coba pikir kalau udah masuk dunia kerja, nanti malah nggak kepikiran ambil S2. Mungkin nantinya, bisa memperlancar kamu buat di dunia kerja". Dan kata-katanya keluar "Kesempatan itu harus dipertimbangin!"
Pertimbangin, dulu udah pernah tapi nggak seberat ini. Gue menyusun mimpi, gue akan kerja di industri pangan, terus gue belajar dari situ buat mendirikan perusahaan di bidang pangan. Yah, emang nggak jelas sih, tapi gue kan udah menyusun sebuah mimpi. Sekarang, kalau dilawan sama argumen ayah yang merujuk pada fast track, kayaknya kalah. Nggak ada jaminan emang terhadap keinginan gue dan ayah. Tapi, gue pikir apa bisa gue mengecewakan ayah gue walau itu sebuah keinginannya? Dan gue nggak mau dan nggak akan pernah membuat orang tua kecewa. 
Teman sudah gue minta pendapatnya, ada yang mendukung dan sebaliknya, tapi tetap ujungnya pada pilihan gue. Dosen pembimbing akademik pernah mendukung tapi nggak gue pikirin banget-banget, selanjutnya gue bakal minta pendapatnya lagi dan pasti gue pikirin pake banget. Gue juga belum mencurahkannya detil sama Allah swt, berharap Dia tahu dulu kegalauan gue dan usaha gue cari penerangan, dan pada waktunya gue nanti akan meminta petunjuk-Nya di sholat istikharah. Semoga mendapat petunjuk.
Inilah jalan hidup bersimpangan, dan gue harus mutusin sepuluh hari lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lihat, baca, dan rasakan. Bagaimana pendapatmu, Kawan?